Senin, 04 Agustus 2014

Semalam Beritikaf

Bismillahirrohmanirrohiim







Tibalah saatnya ketika semua orang ramai membicarakan Ramadhan. Bulan suci penuh ampunan berisikan satu malam yang diburu setiap insan. Malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Lebih berharga daripada intan. Lebih terang daripada berlian. Setiap orang rela meninggalkan berbagai kenyamanan. akupun tidak ingin ketinggalan. Ku tinggalkan rumah dan menuju masjid dengan fasilitas wifi dan sahur gratisan. Bermalam dengan ditemani Al-Qur’an.

Ku buka halaman per halaman. Ku suarakan dengan lisan. Ku nikmati setiap alunan. Kholas! Alhamdulillah, Malam ini aku selesai. Mata ku kesemutan dan kaki ku ngantuk tak tertahankan. Afwan, mungkin ini efek pikiran yang sudah terlalu kelelahan. Mungkin ini saatnya tubuh ku baringkan.

Tengah malam ku dibangunkan. Ngantuk dan lelah masih belum ku habiskan. Mungkin lebih nyenyak bila ku baringkan tubuh ku di kasur yang nyaman. Tapi saat-saat seperti ini sangat perlu untuk dimanfaatkan.

Tibalah saatnya ku buktikan cintaku pada Ar-Rahman. Wajah dan lengan terasa dingin akibat air wudhu yang kembali ku basuhkan. Ku lakukan delapan rakaat sholat qiyamulail bersama teman-teman seperjuangan. Bersujud menyembah Allah tuhan seluruh alam.

Air wudhu tak cukup membuat ngantuk ku hilang. Dalam sholat ku kerahkan tenagaku agar mata tak terpejam. Namun apadaya, bulu mata terasa seperti benang jait yang menghubungkan sisi atas dan bawah kelopak mata. Sisi dalam kelopak mata seolah terdapat pemandangan menarik yang sulit untuk ku palingkan. Walau nyatanya hanya hitam.

 Suara merdu sang imam membaca surat yang panjang mulai menuju tak terdengar. Kaki mulai pegal dan tubuh terasa sangat ingin dibaringkan. Hingga akhirnya aku kehilangan kesadaran dan jatuh tersungkur kedepan. Benturan membuatku membuka mata.

Ku buka mataku dan kembali terdengar suara imam. Akupun terkejut menyadari bahwa aku masih dalam keadaan berdiri. Mungkin rasa kantuk ini memaksaku untuk bermimpi. Ku lanjutkan sholatku mengikuti imam. Suaranya kali ini jelas terdengar. Keterkejutanku membuat tubuhku bugar. Hingga sholat ku akhiri dengan salam.

Ku pandangi sekeliling barisan. Dari belakang hingga depan dipenuhi orang yang jumlahnya ratusan. Inilah suasana itikaf di Masjid Raya Bintaro Jaya. Tak berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Suasana yang selalu kurindukan. Melihat semangat orang-orang dalam memburu pahala sungguh menyenangkan. Orang-orang pilihan yang hatinya dihiasi iman.

Muhasabah pun berakhir. Malam pun berlalu. Jam digital mengedipkan angka kosong tiga. Akupun membalas kedipnya. Saatnya menukarkan kotak sahur dengan kupon. Lalu duduk membentuk lingkaran bersama teman-teman. Ku buka kotak sahur gratisan. Doa ku panjatkan dan ku ambil makanan dengan tangan. Tiba-tiba salah satu temenku memukul tanganku. “gunakan tangan baik!” ujarnya. Aku bingung harus menggunakan tangan yang mana. Mereka berdua sungguh baik terhadapku. Kucoba ambil makanan dengan tangan satunya. Tiba-tiba temenku kembali memukul tanganku. “ambil makanan dikotakmu sendiri!” ujarnya. Senda-gurau menghiasi waktu sahur ketika itu. Hingga terdengar azan subuh yang menandakan bahwa aku harus ambil air wudhu kembali.

Salam penutup dari tausiyah ba’da subuh menandakan berakhirnya rangkaian itikaf kali ini. Orang-orang kembali untuk bersiap menjalankan aktivitas siang hari. Bekerja mencari nafkah untuk anak istri atau belajar demi ilmu yang bermanfaat untuk masa depan nanti. Masa depan bersama istri.


Begitulah rangakaian itikaf yang ku jalani. Suasana yang selalu ku nanti, kegiatan yang hanya ku jalani di 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Malem ganjil aja. Semoga masih diberi kesempatan untuk menjalaninya lagi di tahun-tahun berikutnya dan semoga jauh lebih rame lagi, kalo bisa ribuan ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar