Bismillahirrohmanirrohiim
Tibalah saatnya ketika semua orang
ramai membicarakan Ramadhan. Bulan suci penuh ampunan berisikan satu malam yang
diburu setiap insan. Malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Lebih
berharga daripada intan. Lebih terang daripada berlian. Setiap orang rela
meninggalkan berbagai kenyamanan. akupun tidak ingin ketinggalan. Ku tinggalkan
rumah dan menuju masjid dengan fasilitas wifi dan sahur gratisan. Bermalam
dengan ditemani Al-Qur’an.
Ku buka halaman per halaman. Ku
suarakan dengan lisan. Ku nikmati setiap alunan. Kholas! Alhamdulillah, Malam
ini aku selesai. Mata ku kesemutan dan kaki ku ngantuk tak tertahankan. Afwan,
mungkin ini efek pikiran yang sudah terlalu kelelahan. Mungkin ini saatnya
tubuh ku baringkan.
Tengah malam ku dibangunkan. Ngantuk
dan lelah masih belum ku habiskan. Mungkin lebih nyenyak bila ku baringkan
tubuh ku di kasur yang nyaman. Tapi saat-saat seperti ini sangat perlu untuk
dimanfaatkan.
Tibalah saatnya ku buktikan cintaku
pada Ar-Rahman. Wajah dan lengan terasa dingin akibat air wudhu yang kembali ku
basuhkan. Ku lakukan delapan rakaat sholat qiyamulail bersama teman-teman
seperjuangan. Bersujud menyembah Allah tuhan seluruh alam.
Air wudhu tak cukup membuat ngantuk
ku hilang. Dalam sholat ku kerahkan tenagaku agar mata tak terpejam. Namun
apadaya, bulu mata terasa seperti benang jait yang menghubungkan sisi atas dan
bawah kelopak mata. Sisi dalam kelopak mata seolah terdapat pemandangan menarik
yang sulit untuk ku palingkan. Walau nyatanya hanya hitam.
Suara merdu sang imam membaca surat yang
panjang mulai menuju tak terdengar. Kaki mulai pegal dan tubuh terasa sangat
ingin dibaringkan. Hingga akhirnya aku kehilangan kesadaran dan jatuh
tersungkur kedepan. Benturan membuatku membuka mata.
Ku buka mataku dan kembali terdengar
suara imam. Akupun terkejut menyadari bahwa aku masih dalam keadaan berdiri.
Mungkin rasa kantuk ini memaksaku untuk bermimpi. Ku lanjutkan sholatku
mengikuti imam. Suaranya kali ini jelas terdengar. Keterkejutanku membuat tubuhku
bugar. Hingga sholat ku akhiri dengan salam.
Ku pandangi sekeliling barisan. Dari
belakang hingga depan dipenuhi orang yang jumlahnya ratusan. Inilah suasana
itikaf di Masjid Raya Bintaro Jaya. Tak berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.
Suasana yang selalu kurindukan. Melihat semangat orang-orang dalam memburu
pahala sungguh menyenangkan. Orang-orang pilihan yang hatinya dihiasi iman.
Muhasabah pun berakhir. Malam pun
berlalu. Jam digital mengedipkan angka kosong tiga. Akupun membalas kedipnya. Saatnya
menukarkan kotak sahur dengan kupon. Lalu duduk membentuk lingkaran bersama
teman-teman. Ku buka kotak sahur gratisan. Doa ku panjatkan dan ku ambil
makanan dengan tangan. Tiba-tiba salah satu temenku memukul tanganku. “gunakan
tangan baik!” ujarnya. Aku bingung harus menggunakan tangan yang mana. Mereka
berdua sungguh baik terhadapku. Kucoba ambil makanan dengan tangan satunya.
Tiba-tiba temenku kembali memukul tanganku. “ambil makanan dikotakmu sendiri!”
ujarnya. Senda-gurau menghiasi waktu sahur ketika itu. Hingga terdengar azan
subuh yang menandakan bahwa aku harus ambil air wudhu kembali.
Salam penutup dari tausiyah ba’da
subuh menandakan berakhirnya rangkaian itikaf kali ini. Orang-orang kembali
untuk bersiap menjalankan aktivitas siang hari. Bekerja mencari nafkah untuk
anak istri atau belajar demi ilmu yang bermanfaat untuk masa depan nanti. Masa
depan bersama istri.
Begitulah rangakaian itikaf yang ku
jalani. Suasana yang selalu ku nanti, kegiatan yang hanya ku jalani di 10 hari
terakhir bulan Ramadhan. Malem ganjil aja. Semoga masih diberi kesempatan untuk
menjalaninya lagi di tahun-tahun berikutnya dan semoga jauh lebih rame lagi,
kalo bisa ribuan ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar